Kamis, 19 Oktober 2017

Pahlawan dalam Selembar Kertas

Pahlawan dalam Selembar Kertas

Menilik ke belakang mengenai pengeluaran mata uang RI yang terbaru tahun 2016 yang lalu, banyak masyarakat yang bertanya-tanya mengenai penggantian mata uang RI. Pertanyaan yang paling sering bermunculan yakni ‘Kenapa sih harus diganti?’, ‘Kenapa sih gambarnya juga diganti?’, dan ‘Emang siapa sih gambar orang-orang yang ada di uang tersebut?’.
Sebenarnya ada yang unik dari penggantian mata uang saat ini. Pasalnya, mata uang saat ini setelah mengalami perubahan terdapat wajah-wajah ‘asing’ yang belum banyak orang mengenalinya. Pernah suatu ketika saya membuka salah satu situs media sosial dimana ada seseorang mengemukakan pemikirannya yang menurut saya pribadi tidak pantas untuk dipublikasikan. Ingatlah ‘apa yang kau tulis itu akan menjadi senjata yang kelak akan membunuhmu’. Di era globalisasi ini, pribahasa  ‘mulutmu harimaumu’ sudah tidak mengena di hati lagi. Kini muncul pribahasa baru yakni ‘Jempolmu Harimaumu’ dimana jempolmu lah yang berbahaya saat ini. Banyak contoh kasus mengenai seseorang yang berurusan dengan hukum karena tidak dapat mengontrol ‘jempolnya’ sendiri.
Oke pembahasan ini mulai ‘ngelantur’ karena saya sendiri sedikit kesal melihat respon dari pihak tak bertanggung jawab tersebut mengenai pergantian mata uang saat itu. Kita kembali kepada situasi ketika saya mendapati hasil publikasi di media sosial dari beberapa orang tersebut. Mereka mempublikasikan tanggapan mengenai pengeluaran mata uang baru yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Boleh mengemukakan pendapat kita mengenai hal ini, namun apakah pantas ketika pendapat tersebut berisi ‘rasis’ dan terkesan menjelek-jelekan? Ingin sekali saat itu saya mengomentarinya namun apalah daya, saya hanya seseorang yang tidak memiliki ilmu setinggi gunung. Saat itu saya tidak memilki keberanian apapun untuk mengemukakan sebuah pendapat di media sosial, ya intinya saya ini hanyalah seorang ‘pengecut’. Saya hanya menyayangkan ungkapan kata yang mereka ‘lontarkan’ atau mungkin dalam bahasa tulisannya yang mereka ‘posting’ saat itu. Boleh kah saya menyebutkan contoh ungkapannya? Akan kah ada yang tersinggung ketika seseorang membaca tulisan ini? Jujur saya belum siap jika suatu saat apa yang saya tulis di sini menjadi viral atau perbincangan di kalangan tertentu. Jasmani dan rohani saya sepenuhnya belum siap menerima hal itu. Baiklah sepertinya tidak akan ada yang tersinggung bukan? Oke, seperti ini inti dari kata-kata yang saya ingat saat itu, `Gambar monyet ko dipajang di selembar uang sih haha’, ‘mending foto saya yang dipajang dibanding wajah mirip monyet begitu’, ya kurang lebih seperti itu. Kata-kata itu sebenarnya telah saya refisi agar lebih nyaman ketika dibaca, sebenarnya jika kalian melihat secara langsung mungkin kalian semua akan mengucapkan istigfar berkali-kali. Bagaimana mereka sanggup untuk memposting kata-kata tersebut. Sebenarnya melihatnya saja saya enggan untuk mengetahui lebih jauh mengenai postingan tersebut. Namun dengan bekal rasa penasaran, saya membaca komentar yang ada di postingan tersebut. Saat itu saya melihat salah satu komentar seseorang dimana isinya berupa profil lengkap dari gambar seseorang yang ada di pecahan mata uang RI yang baru. Saya sangat mengapresiasi komentar tersebut. Disaat yang lain mencacimaki orang yang membuat postingan tersebut, dia dan beberapa orang lainnya menyampaikan kekesalan mereka dengan komentar yang santun. Ah ya sebagai informasi, ketika itu mereka sedang membahas gambar pahlawan yang ada di pecahan mata uang Rp. 10.000,-.
Sekilas profil mengenai Pahlawan yang ada di dalam uang kertas pada pecaha Rp. 10.000,- yakni Frans Kaisiepo yang lahir di Wardo, Biak, Papua, 10 Oktober 1921 dan meninggal di Jayapura, Papua, 10 April 1979 pada umur 57 tahun yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cendrawasih, Jayapura. Beliau adalah pahlawan nasional Indonesia dari Papua yang terlibat dalam Konferensi Malino tahun 1946 yang membicarakan mengenai pembentukan Republik Indonesia Serikat sebagai wakil dari Papua. Ia mengusulkan nama Irian, kata dalam bahasa Biak yang berarti tempat yang panas. Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Gubernur Papua antara tahun 1964-1973. Untuk mengenang jasanya, namanya diabadikan sebagai nama Bandar Udara Frans Kaisiepo di Biak. Selain itu namanya juga di abadikan di salah satu KRI yaitu KRI Frans Kaisiepo.  Kemudian pada tanggal 19 Desember 2016, ia diabadikan dalam uang kertas Rupiah Republik Indonesia yang baru baru pada pecahan Rp. 10.000,-.
Lalu apa sebenarnya alasan di balik pengeluaran mata uang yang baru ini? hasil wawancara dari wartawan bersama Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, Suhaedi, Kamis (15/9/2016).

Beliau memaparkan, "kalau melihat yang sudah ditetapkan Pak Presiden, itu merepresentasikan NKRI, jadi di sana ada pahlawan dari Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Papua, NTT dan lainnya. Itu esensinya."

Penetapan pahlawan-pahlawan tersebut, dijelaskan oleh Bapak Suhaedi, sudah melalui berbagai pertimbangan dan melibatkan Kementerian Keuangan. Ini dilakukan karena dalam Uang NKRI yang baru ada tanda tangan Menteri Keuangan. Beliau juga mengungkapkan pihaknya sudah mendapatkan izin dari ahli waris dari masing-masing pahlawan yang akan dicantumkan. Ini untuk mengantisipasi tuntutan-tuntutan yang tidak diharapkan nantinya.

"Jadi saat penerbitannya nanti akan bersamaan dan ketika itu sudah ada di kantor-kantor perwakilan Bank Indonesia di seluruh wilayah. Mekanismenya sama kayak pengedaran Uang NKRI pecahan Rp 100 ribu sebelumnya," paparnya.

Apakah hanya itu alasannya? Tidak dong, masih ada alasan yang lainnya seperti kualitas fisik uang yang beredar di masyarakat saat ini sudah menurun. Menurut Asmawi Syam selaku Direktur Utama Bank BRI megatakan bahwa adanya penggantian desain uang baru ini memunculkan semangat baru bagi Bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan sebelas pecahan yang diluncurkan menampilkan 12 wajah pahlawan yang berbeda dari sebelumnya. Dalam memilih tokoh pahlawan ini, BI berkoordinasi melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan sejumlah sejarawan, akademisi, pemerintah daerah, Menteri Keuangan, dan Menteri Sosial. Selain memunculkan wajah-wajah pahlawan yang baru, uang ini juga dilengkapi teknologi baru di mana keamanannya jauh lebih baik dengan desain dan adanya bentuk kode tuna netra berupa efek rabaan (tactile effect). Selain itu, Agus Martowardojo juga menyampaikan lima makna penting dari 11 uang rupiah tahun emisi 2016, yaitu:
1.      Perwujudan kedaulatan RI. Terlebih, pada uang baru tersebut mencantumkan frasa Negara Kedaulatan Republik Indonesia (NKRI) yang punya makna filosofis.
2.      Alat pembayaran yang sah. Menurut Agus, rupiah menjadi alat pembayaran wajib dipakai dalam setiap transaksi di Indonesia.
3.      Upaya untuk menjaga ketersediaan uang.
4.      Menjaga kualitas fisik uang rupiah.
5.      Penghormatan terhadap jasa pahlawan RI. Mengapa menggunakan gambar pahlawan dan pemandangan alam? Itu merupakan bentuk penghormatan jasa pahlawan dan bertujuan memperkenalkan beraneka ragam seni budaya dan kekayaan alam Indonesia

Dapat kita simpulkan bahwa mata uang RI yang sebelumnya memang belum mewakili Negara ini sebagai NKRI dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Entah mengapa mata uang yang dulu hanya terpajang wajah dari pahlawan-pahlawan nasional yang berlaku sebagai ‘pemeran utama’ seperti Ir. Soekarno sehingga generasi muda saat ini kurang mengenal para pahlawan lainnya seperti Frans Kaisiepo ini. Bukan hanya di mata uang saja, namun dalam pelajaran sejarah pun kurang dibahas dan diperkenalkan apabila dibandingkan dengan pahlawan nasional yang peranannya lebih besar bagi Nusa dan bangsa ini. Bukankah lebih baik apabila pahlawan lainnya ikut diperkenalkan walaupun peranannya dalam memerdekakan bangsa ini hanya ‘seujung jari’ saja? Lalu siapa yang patut disalahkan jika ada oknum tertentu yang merendahkan pahlawan bangsa ini lantaran ketidaktahuannya terhadap para pahlawan bangsa dari Sabang sampai Merauke? Sebenarnya saling menyalahkan pun tidak akan menemukan solusinya bahkan menghilangkan masalah seperti ini. Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang? Mulailah kita merefleksi diri sendiri mulai dari sekarang. Tanyakan pada diri sendiri sejauh manakah rasa cinta kita terhadap bangsa ini. Kemudian, mulailah kita memperdalam pengetahuan mengenai bangsa ini mulai dari sejarahnya agar hal ini tidak terulang kembali. 
Berikut ini daftar nama pahlawan yang menjadi gambar utama dalam mata uang NKRI:
   1.     Gambar Pahlawan Nasional Dr. (HC) Ir. Soekarno dan Dr (HC) Drs. Mohammad Hatta sebagai gambar utama pada bagian depan Rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah);
   2.   Gambar Pahlawan Nasional Ir. H. Djuanda Kartawidjaja sebagai gambar pada bagian depan Rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah);
   3.    Gambar Pahlawan Nasional Dr. G.S.S.J. Ratulangi sebagai gambar pada bagian depan Rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 20.000,00 (dua puluh ribu rupiah);
   4.    Gambar Pahlawan Nasional Frans Kaisiepo sebagai gambar pada bagian depan Rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah);
   5.       Gambar Pahlawan Nasional Dr. K.H. Idham Chalid sebagai gambar pada bagian depan Rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah);
   6.   Gambar Pahlawan Nasional Mohammad Hoesni Thamrin sebagai gambar pada bagian depan Rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah);
   7.   Gambar Pahlawan Nasional Tjut Meutiah sebagai gambar pada bagian depan Rupiah kertas NKRI dengan pecahan Rp 1.000,00 (seribu rupiah);
   8.       Gambar Pahlawan Nasional Mr. I Gusti Ketut Pudja sebagai gambar pada bagian depan Rupiah logam NKRI dengan pecahan Rp 1.000,00 (seribu rupiah);
   9.      Gambar Pahlawan Nasional Letnan Jenderal TNI (Purn) Tahi Bonar Simatupang sebagai gambar pada bagian depan Rupiah logam NKRI dengan pecahan Rp 500,00 (lima ratus rupiah);
 10.   Gambar Pahlawan Nasional Dr. Tjiptomangunkusumo sebagai gambar pada bagian depan Rupiah logam NKRI dengan pecahan Rp 200,00 (dua ratus rupiah); dan
 11.   Gambar Pahlawan Nasional Prof.Dr.Ir. Herman Johanes sebagai gambar pada bagian depan Rupiah logam NKRI dengan pecahan Rp 100,00 (seratus rupiah).
                  
Tulisan ini dibuat tanpa bermaksud menyinggung, memojokkan, dan merendahkan seseorang. Tulisan ini dibuat dengan maksud berbagi 'secuil' pemikiran mengenai masalah-masalah yang sedang berkembang di kalangan masyarakat saat ini, kemarin, maupun yang telah berlalu. Kritik dan saran akan diterima sebagai bahan refleksi diri untuk tulisan-tulisan yang akan datang. ^.^

Sumber : 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak dan berbudi bahasa yang baiklah. Mari saling menghargai atar sesama! ^^

[Review Drama Korea] Bagian 1: Nostalgia Zaman Jadoel (Replay 1988)

                                                          Nostalgia Zaman Jadoel (Replay  1988) Ada yang udah pernah nonton drama korea...